Jumat, 08 Februari 2008

~ Keong Emas Lagi ~

Nah, selanjutnya kunjungan ke Keong Emas lagi.... Pertunjukan yang mau kita tonton “The First Emperor Of China” menurut jadwal akan diputar jam 14.00. Lihat jam masih jam 13.20, masih ada waktu untuk beli tiket dan makan, aku kerasa laper lagi nih. Kebetulan bekal nasi goreng dari rumah belum aku makan. Enak deh nasi goreng cumi buatan Mama, mau...?

Kali ini pengunjung sudah lebih banyak daripada kemaren habis tahun baruan, tapi untuk cari tempat duduk juga gak berebutan. Kali ini Tante yang sama mbak Aya yang ngebut cari tempat yang nyaman dan enak untuk melihat gambar di layar yang lebar itu, dapet di tengah-tengah di urutan paling atas. Karena aku yang ambil gambar ini, aku jadi gak ikut ke foto deh....

Film ini menceritakan tentang pembangunan kekaisaran yang pertama kali oleh raja China. Bagaimana dia membangun Tembok Cina sepanjang 5000 meter dengan menyatukan benteng-benteng di bagian utara.

Selain itu diceritakan pula keinginan raja China untuk bisa menaklukan rahasia kehidupan yang abadi. Sampai-sampai berbagai macam ramuan rela dia minum agar bisa bertahan hidup. Tetapi itulah manusia, akhirnya ada saatnya pula dia harus meninggalkan segala yang di dunia ini. Tragisnya kematiannya disebabkan pembunuhan secara perlahan-lahan oleh putranya sendiri karena menginginkan kekuasaan kekaisaran.

Kaisar pertama Cina ini pun sempat membangun makam untuk dirinya sendiri. Dimana rencana makamnya ini dikelilingi oleh pasukan-pasukan kerajaan yang membawa senjata masing-masing dalam bentuk seperti aslinya. Para ahli pahat, lukis, bahkan para tawanan di seluruh penjuru negeri dikerahkan untuk pembangunan peristirahatan terakhirnya ini. Tetapi usahanya ini rupanya sia-sia karena setelah meninggalnya sang kaisar pembangunan tempat ini terbengkalai dan nyaris terkubur tidak tampak lagi bekas-bekasnya.

Konon setelah berpuluh tahun kemudian seorang petani menemukan salah satu sisi tempat ini. Kemudian dilanjutkan oleh para ilmuwan dan arkeolog menggali, mempelajari, dan menata kembali komplek pemakaman ini.

~ Kereta Monorer ~

Setelah ke Museum Serangga dan Taman Aquarium Air Tawar kami berencana naik kereta monerer. Oke..., oke.... Kebetulan dari museum ada stasiun terdekat. Cepet-cepet deh kita ke sana.

Sampai di stasiun ternyata kita harus menunggu, kereta datangnya 10 menit sekali. Setelah membeli tiket kami naik tangga, tinggi banget sampe ngos-ngosan aku, di sini kami menunggu kedatangan kereta. Pertama kali naek kereta nich .... Padahal kata Mama waktu aku masih di dalam perut Mama aku udah sering banget diajak naik kereta, dari Pekalongan ke Jakarta dan sebaliknya, bahkan sampai Kediri. Tapi mana aku inget, ngerasa aja nggak tuch....


Stasiun ’Taman Bunga’ nama stasiun ini. Kok lama banget ya, gini nih rasanya menunggu. Eh itu dia, kretanya datang, aku senang, hatiku riang…. Jadi inget lagu anak-anaknya tante Johan, waktu dia menunggu papa mamanya pulang kerja. Ooo gini tho bentuknya kereta nyata, norak ya, emang aku belum pernah lihat kok kecuali di tivi. Meskipun bukan kereta angkutan beneran, minimal aku tahulah.


Waktu mau berhenti kereta jalan pelan-pelan. Ciiiiit...!! Brenti deh. Pintu tengah terbuka secara otomatis, sreeet.... Sebagian penumpang turun dan bergantian dengan kami-kami yang menunggu di stasiun ini. Masuk ke dalam, wah duduk di mana ya yang enak. Nah, di sini aja deh. Kata Mama biar kita gak kerasa jalan mundur kita harus pilih tempat yang menghadap sesuai dengan jalan majunya kereta, sebab tempat duduk yang tersedia saling berhadapan dan kita bebas memilih mau duduk dimana.

Setelah penumpang baru naik semua, jalan deh keretanya. Ternyata kereta ini dijalankan dengan mesin dan full ac alam, tuch liat aja yang duduk di bagian depan kerasa tiupan anginnya. Gak bunyi jes-jes atau tut tut tut tut kayak lagu Kereta Api, bunyinya wesss.... Semakin cepat jalannya maka wesss nya juga makin kenceng. Sambil naik kereta kita bisa melihat-lihat area Taman Mini yang luas banget, harus ke sini berapa kali ya biar bisa masuk ke semua anjungan, museum, atau tempat-tempat yang lain. Beberapa kali kami juga berhenti di stasiun-stasiun yang ada untuk menurunkan dan menaikkan penumpang.

Gak terasa kira-kira gak sampai 30 menit kita sudah hampir sampai di stasiun semula kami naik, tapi kenapa ini...? Tiba-tiba keretanya berhenti dan gak bisa jalan, nah loo.... Mogok!!! Padahal stasiun tinggal 200 meter lagi kira-kira. Teknisi di kereta dan yang di anjungan stasiun saling berkomunikasi, ada mungkin 10 menit coba ditarik dinyalakan di.... gak tahu deh diapain tuh sama om-omnya. 10 menit sebenarnya gak lama, tapi karena dalam keadaan tak menentu seperti ini ya rasanya lama juga. Akhirnya, jalan juga.... Keluar lagi dari pintu yang bergerak sendiri tadi. Lega ...., sampai daratan lagi.

~ Museum Serangga ~

Perjalanan selanjutnya ke Museum Serangga. Kebayang kan pasti isinya nich museum ya serangga-serangga. Binatang apa aja sich yang termasuk serangga? Ada kepik, ada semut, ada kumbang, jangkrik, belalang, dan ... masih banyak lagi.


Yang aku takjub, wow... ada coro (kecoa). Hii … takut aku. Padahal tuh coro gak gerak dan gak lari tentunya.

Selain serangga-serangga yang sudah dikeraskan ada juga tempat serangga-serangga yang sengaja dibiarkan hidup di alam. Di sini yang pasti ada kupu-kupu yang bebas terbang, semut berjalan, laba-laba bergelantungan. Semua hewan-hewan yang di alam ini dikurung di tempat kandang yang besar dan tinggi, sehingga kita yang melihat serasa tetap di alam bebas. Ada lagi yang unik. Di museum serangga ini juga ada pertunjukkan topeng monyet. Bentuk hiburan rakyat yang hampir punah. Hi, monyetnya jadi reog Ponorogo, narik gerobak, dan macam-macam aksi lainnya.


Dan yang membuat aku panik, aduuh... tuh badut banyak banget. Aku takut badut, pada gak percaya ya? Aku tahu sih tuch badut isinya orang, mereka Cuma pakai topeng atau baju ala tokoh film anak-anak, tapi mau gimana lagi aku tetep ngepeeer aja kalau lihat badut. Mudah-mudahan tambah aku gede tambah hilang ya rasa takutku.

~ Museum Perangko ~

Setelah dari Museum Komodo kami lanjutkan ke Museum Perangko, letaknya bersebelahan dengan Museum Komodo. Sebelum masuk museum kita juga diharuskan membeli tiket masuk yang harganya cuma Rp 2.000.Di sini ada koleksi-koleksi perangko Indonesia berdasarkan tahun terbitnya atau berdasarkan tema. Tema seperti lambang-lambang daerah propinsi, tema dalam rangka Pekan Olah Raga Nasional (PON), atau pun tema dalam rangka mengenang setahun meninggalnya Ibu Tien Soeharto(seorang penggagas Taman Mini Indonesia Indah).


Sebenarnya kalau kita amati dengan seksama perangko-perangko ini berbicara tentang banyak pengetahuan termasuk sejarah bangsa. Karena selain peristiwa-peristiwa penting yang diabadikan juga ada tokoh-tokoh penting yang diabadikan sebagai temanya, tempat-tempat menarik di Indonesia, binatang-binatang langka Indonesia juga ada dijadikan tema. Cara pembuatan perangko di sini juga dapat kita ketahui, tetapi hanya berupa foto lho. Juga ada koleksi pribadi seorang asing (aku lupa namanya) berupa kartu-kartu pos yang dia terima. Dan yang menarik kita juga bisa mengabadikan diri kita dengan kamera menjadi sebuah ’perangko ajaib’.


~ Museum Komodo ~

Menjelang akhir liburan, tepatnya tanggal 5 Januari 2008 aku ke Taman Mini lagi. Taman Mini maniak nich.... Bukan gitu, Mama ngerasa masih punya utang sama mbak Aya untuk ngajakin nonton film ’China’ di Keong Emas. Tapi sebelum nonton jalan-jalan dulu ke tempat-tempat lain, soalnya jam tayang film ini jam 14.00 (lihat foto jadwal Keong Emas di postingku sebelumnya ”Teater Imax Keong Emas TMII”). Kali ini kami ke Museum Komodo dahulu.

Untuk bisa masuk ke area Museum ini kita harus membeli tiket dulu, harganya Rp 5.000 per orang, murah kan. Di sini ada beberapa area yang bisa kita lihat. Pertama-tama aku masuk ke area utama, area ini berada di dalam bangunan perut komodo. Kalau dari luar kita akan melihat secara jelas bangunan komodo ini yang sekaligus digunakan sebagai simbol atau penanda museum ini.

Di dalam ruang ini tak hanya ada replika komodo tetapi juga ada hewan-hewan reptil lain, serangga seperti kupu-kupu, juga hewan-hewan hutan seperti harimau.

Di luar ruang utama ini, ada hewan peliharaan seperti buaya. Buayanya memang dikurung, tapi aku serem aja, jadi mau lihat aja aku gak berani. Gak hanya satu buayanya, ada beberapa ekor buaya di sini. Di tempat terpisah ada komodo hidup, asli.... Hiii..., aku juga takut. Tahu nih belum pede ngeliatnya, padahal binatang-binatang itu dikurung. Aku berani liat... fotonya aja.... He..., he..., he.... Selain itu ada rumah ular dan tempat pertunjukkan ular-ular beraksi.

~ Museum 'Gajah' Nasional ~

Selesai membatik di Museum Textil lanjut deh ke Museum Gajah. Aku udah kepikiran gajahnya berapa banyak, gajahnya segede apa, gajahnya ditaruh dimana? Yang aku tahu gajah itu gede. ??????....

Museum Gajah terletak di jalan Merdeka berhadapan dengan area Monas. Bangunan museum juga bangunan tua, bangunan Belanda juga kale ya.

Setelah turun dari mobil aku lihat-lihat sekeliling, pikir-pikir mana ya gajahnya? Pengunjung lumayan ramai, meskipun gak sampai berdesak-desakan, banyak anak-anak juga ada satu dua turis. Penasaran, tanya Mama ach.

"Ma, mana gajahnya?"
Eh, Mama malah tersenyum, terus gandeng aku mengajak ke halaman depan museum.
"Dinda mau tahu gajahnya?"
"Ya, iyalah Ma, pakai tanya segala." Aku sih cuma nggangguk, kata2 itu hanya ada dalam hatiku. Setelah sampai di bagian depan halaman Mama sambil nunjuk ke atas,"Ini dia Din gajahnya."
Emang gajah sih, tapi cuma patungnya doank. Cape deh....

Kemudian kita masuk ke dalam museum, sebelumnya membayar karcis masuk, harganya cuma Rp 250, dua ratus lima puluh rupiah begitu panjangnya. Muraah banget. Kebayang kan kata Mama ke mbak Aya sama Abang, biaya pemeliharaan barang-barang, biaya pegawai, dan lain-lain apa ya cukup dengan harga karcis segitu. Begitu murahnya aja banyak orang masih males ngunjungin museum ini.

Sehubungan dengan nama, nama museum ini sebenarnya MUSEUM NASIONAL. Disebut-sebut museum gajah karena ada gajah yang 'nangkring' di depan. Ooow gitu tho.... Kirain banyak gajah-gajah di museum ini.

Masuk ke ruangan-ruangan museum barang-barang dikelompokkan. Ada kelompok tembikar-tembikar,perhiasan khas daerah-daerah di Indonesia, penemuan-penemuan prasasti, keramik-keramik dan masih banyak lagi. Makanya biar teman-teman gak penasaran cepat-cepat ajak mama papa kalian ke tempat ini, sekalian ke Monas mampir sejenak ke Museum Gajah eh... Museum Nasional.

Tambah satu lagi pengetahuanku. Masih banyak yang belum aku tahu. Bertanya, berjalan, melihat, mendengar, membaca, itulah yang harus aku lakukan lagi.

~ Membatik di Museum Textil ~

Sebenarnya liburan hampir habis,tapi aku masih semangat jalan-jalan. Aku pengeen banget ke 'museum batik'. Sejak Mama bacain tentang buku tentang batik aku jadi kepengen ke 'museum batik', kata Mama di sana aku bisa belajar membatik. Seperti melukis kali yaa....

Yang aku sebut 'museum batik' ini sebenarnya adalah MUSEUM TEXTIL adanya di daerah Petamburan. Itu lho ke arah Pasar Tanah Abang, kalau dari Slipi kita bisa naek Mikrolet M 11 ato M 09 ato Kopaja P 16, ada angkutan yang lain mungkin tapi aku kurang tahu. Kita bisa langsung turun di depan Museum Textil.

Ternyata tempatnya besar ya,berupa bangunan kuno,kayaknya sih bangunan jaman penjajahan Belanda(sok tewu ya aku...). Di lingkungan museum ini ada tempat penyimpanan koleksi textil Indonesia,di antaranya batik, juga ada perpustakaannya, dan juga ada tempat belajar membatik. Karena saat aku sampai di museum ini hujan deras, aku jadi gak bisa jalan-jalan keliling ngeliat-ngeliat seluruh bangunan.

Langsung deh kita ke tujuan semula, membatik. Dengan hanya membayar Rp 30.000 kita udah dapat kain seukuran sapu tangan, lalu kita bebas memilih gambar yang akan kita batik, lalu membubuhkan malam di kain yang telah kita jiplak gambarnya, dan terakhir memberi warna pada kain. Waktu tidak dibatasi, pokoknya sampe selesai.

Gedung tempat belajar membatik terletak di belakang. Gedungnya berupa rumah panggung, jadi lantainya berupa susunan kayu dan kalau aku lari-lari ya jelas bunyi "gedebag gedebug" lah dan menggetarkan bagian-bagian yang lain.

Kami masuk dari pintu samping gedung, melihat ke kiri ada beberapa meja kaca yang disinari lampu-lampu neon dari bawah meja. Melihat ke kiri ada meja panjang yang di atasnya bertumpuk buku-buku dan beberapa lembar kertas(yang kemudian aku tahu itu adalah tumpukan gambar-gambar yang boleh kita jiplak di kain), juga ada tempat duduk dari kayu, dan etalase batik. Di depan etalase ada kompor minyak tanah dan di atasnya ada penggorengan berisi...sepertinya minyak goreng(yang sebenarnya itu adalah malam yang telah dicairkan). Pandangan ke depan ada macam-macam alat, aku coba lihat lebih dekat ternyata itu adalah alat-alat pencetak batik cap, juga ada kompor gas, panci besar. Di tengah-tengah ruangan tertata secara tak beraturan kursi-kursi kecil, kayu untuk meregangkan kain-kain yang lebar yang akan dibubuhi malam, juga kompor-kompor minyak tanah lainnya.

Pertama kali proses membatik(batik tulis yang aku maksud dan yang akan aku pelajari hari ini) adalah memilih gambar ato membuat gambar sendiri bagi yang mampu(kayak naik haji aja). Aku pilih gambar 'duck'. Ambil gambarnya lalu dijarum pentul di kain agar kertas tidak lari-lari, lalu jiplak deh.


Langkah kedua setelah gambar selesai kita jiplak, kita bubuhkan malam di gambar tersebut. Malam dipanaskan hingga mencair, lalu kita ambil pakai canting, kemudian canting kita torehkan di kain secara otomatis malam akan keluar dan tertera di kain. Tapi hati-hati lho waktu mengambil malamnya, malam ini kan cairan panas ya kalo gak hati2 bisa menetes di tangan. Ya, kebayang kena minyak panas aja deh. Waktu membubuhkannya harus cermat jangan sampai keluar dari gambar yang kita buat agar hasilnya memuaskan. Karena aku belum bisa memegang canting dengan luwes aku dibantu Pak Nasir penuntun belajar membatik. Capek juga ya, kadang bete sih.... Untung gambarku kecil jadi cepat selesai dan siap diwarnai.
Selain aku yang belajar membatik, mbak Aya, abang Radi, tante Nana juga ikut, kami berempat termasuk tingkat dasar. Mama juga ikut tapi mengikuti tingkat lanjutan, Mama sebelumnya udah pernah belajar membatik di sini. Kalau tingkat lanjutan sudah bisa pakai dua warna, nah kalau aku masih pakai satu warna. Setelah semua selesai membubuhkan malam dibantu mas-mas yang ada di situ mulailah kain-kain kita diwarnai. Dicelup-celupin ke air yang dibubuhi obat pewarna beberapa kali lalu direbus untuk menguatkan obat pewarna, jadi deh.... Kemudian dijemur.

Mama belum selesai menjiplak gambarnya, tahu gambar yang Mama pilih gede dan banyak ragamnya. Berhubung kita masih akan melanjutkan traveling kita hari ini terpaksa deh Mama melipat kain dan dibawa pulang, dilanjutkan di rumah. Dan karena kain batik kami belum kering ya dilipat juga dimasukkan ke kantong plastik dan dibawa pulang, nanti dikeringkan di rumah.

Selanjutnya perjalanan akan kami lanjutkan ke Museum Gajah. Segede apa ya gajahnya? Silahkan Anda baca kisah selanjutnya.

~ Pusat Peragaan IPTEK TMII ~

Karena waktu masih siang setelah nonton di Keong Emas kita lanjutkan perjalanan ke Pusat Peragaan IPTEK yang masih di lingkungan Taman Mini. Mbak Aya pengen memperagakan percobaan-percobaan yang ada, penasaran gara-gara nonton di tv.


Sebelum masuk kami membeli tiket masuk dulu yang harganya Rp 10.000 per orang. Masuk..., langsung disambut dengan arena peragaan tiupan udara yang sanggup menerbangkan bola tetapi tidak sampai terbang jauh atau melesat dari lingkup tiupan udara itu.

Lalu kami masuk ke dalam ruangan yang penuh dengan berbagai macam percobaan dan peragaan, sebenarnya mbak Aya pengen nyoba merasakan gempa datang, sayang alatnya sedang dalam perbaikan.

Akhirnya kami merasakan bunyi ’harpa tanpa senar’, kita memetik harpa seolah-olah ada senarnya tetapi bunyi yang ditimbulkan asli suara harpa sesuai dengan nada tinggi rendahnya. Ada alat peragaan ’tsunami’, wah harus mompa dulu nih yang berat. Kami juga belajar mengenai sidik jari, bayangan yang ditimbulkan oleh cahaya, percampuran warna-warna melalui cahaya yang berwarna.

Di sisi lain abang Radi sempet nyobain berlomba naik sepeda dengan tengkorak. Eh..., waktu Abang ngayuh sepedanya si tengkorak ikut berbarengan mengayuh dengan arah yang sama dengan Abang. Lucu deh.... Sementara itu aku mencoba alat yang mengeluarkan suara-suara binatang, ada suara kucing, anjing, ayam, dan lain-lain.



Banyak yang aku lihat dan coba-coba atau sekedar ’intip-intip’, karena seharian rasanya gak cukup untuk bisa melihat semuanya, begitu banyak ilmu yang ditawarkan untuk kita pelajari, teliti, amati, dan pahami di sini.

~ Teater Imax Keong Emas TMII ~

Hari selanjutnya kunjungan ke Teater Imax Keong Emas di Taman Mini Indonesia Indah, hik… panjang amat ya namanya. Keong Emas, biasa kita nyebutnya, singkatnya begitu.



Wah, abang Radi kelihatan seneng tuch, cita-citanya pengen nonton Dinosaurus kesampean. Aku juga seneng sih, penasaran pengen nambah pengetahuan soal dinosaurus, di sekolah kan udah pernah dibahas malahan aku juga udah pernah ke Museum Dinosaurus yang ada di Cisarua sama teman-teman sekolahan.

Waktu kita sampai Keong Emas kira-kira jam setengah dua belas siang, lihat-lihat jadwal
pertunjukkan “Dinosaurus Giants Of Patagonia” ternyata adanya jam 13.00. Kita putuskan jalan-jalan dulu sebentar sambil buka bekal makan siang.

Setelah kenyang dan sempet keliling Taman Mini baru deh kami balik ke Keong Emas. Pengunjung hari ini tidak begitu banyak, mungkin sudah tersedot di tanggal 1 Januari 2008 di hari baru di tahun baru kemarin (pada saat ini tgl 2 januari 2008). Langsung kami beli tiket masuk, untuk 2 tahun ke atas harganya @ Rp 30.000. Selain itu kami juga mendapatkan souvenir berupa plastisin yang dikemas dalam kotak bergambar dinosaurus.

Sebelum masuk ke dalam ruangan teater kami menunggu di ruang tunggu. Di sini ada terpajang rumah-rumah keong di dalam kaca tertutup. Salah satunya ada replika keong emas. Juga ada gambar panorama cerita keong emas. Aku sudah sering dibacaain Mama cerita tentang keong emas yang menurut dongeng adalah penjelmaan Putri Candra Kirana putri raja Janggala yang dikutuk oleh nenek penyihir atas perintah Dewi Galuh saudara Candra Kirana yang iri kepada Candra Kirana.

Menjelang jam 13.00 pintu teater telah dibuka dan untuk mendapatkan tempat duduk gak perlu berebut karena penontonnya gak begitu banyak. Tempat duduk banyak yang kosong. Layar di depanku gedee banget. Lihat ke atas, hiii tinggi amat ya. Kesimpulanku ruangan ini guede banget, aku jadi keliatan imut deh.... Ada barangkali 15 menit kami menunggu film benar-benar diputar, aku deg-deg gan juga menunggu saat-saat pemutaran dimulai. Aku merapat ke lengan Mama, nempel gitu.

Jeng... jeng... jeng..., filmnya mulai. Dimulai dengan gambar gerakan gugusan bimasakti. Diceritakan bagaimana planet-planet bergerak hingga komet-komet yang berterbangan ke sana kemari.

Kehidupan Dinosaurus sendiri diceritakan dimulai pada kehidupan 90 milion years ago di daratan Patagonia (sekarang lebih dikenal dengan Argentina). Di padang yang luas adalah kehidupan Dino, bagaimana Dino-Dino itu bertelur lalu menetas lalu tumbuh jadi anak Dino dan tumbuh menjadi Dino dewasa. Dino-Dino ini bisa hidup sampai 180 tahun (hiii... tua banget ya).

Suara Dinonya mengelegar,hwaaa....(besar di tenggorokan). Kaget aku, aku langsung sembunyi di balik lengan Mama. Sembunyi sebentar, penasaran lihat lagi. Belum lagi kalau Dino-Dinonya jalan, ya ampuun serasa kayak mau ditabrak Dino deh. Bam ..., bam ..., bam ..., rasanya teater ini bergetar. Kaget lagi aku. Tapi aku gak nangis lho, kalau rasa takut dateng pokoknya langsung aja aku sembunyi di lengan Mama. Takut-takut tapi seru deh....

Dalam film ini diceritakan juga seorang arkeolog bersama rekan-rekannya yang sedang meneliti tentang fosil-fosil Dino dan sampai saat ini mereka masih terus menggali dan meneliti mengenai fosil-fosil tersebut. Fosil-fosil ini diteliti dan dipelajari untuk mengetahui kehidupan di masa lalu dan untuk keperluan kehidupan kita di masa kini dan masa datang.

Setelah kurang lebih 30 menit pertunjukkan selesai. Eh, mbak Aya bisik-bisik ke Mama, mbak Aya pengen nonton film yang lain, itu lho ”The First Emperior Of China”. Kata Mama lain hari aja, masak sehari nonton dua kali di Keong Emas.